macamistilah | Berikut kami berikan informasi 10 Wasiat Imam Hasan Al-Banna yang kami ambil dari akun fb Ruslanovic.
Profil Imam Hasan Al-Banna
Hassan al Banna dilahirkan pada Oktober 1906 di desa al-Mahmudiyyah di daerah al-Bahriyyah, Iskandariah, Mesir (barat laut Kairo). Dia berasal dari sebuah desa petani yang terkenal kuat mentaati ajaran dan nilai-nilai Islam, serta keluarga ulama yang dihormati. Ketika Hassan al-Banna berusia dua belas tahun, ia menjadi pemimpin badan Latihan Akhlak dan Jemaah al-Suluka al-akhlaqi yang diorganisasi oleh gurunya di sekolah. Pada tingkat ini ia menghadiri majlis-majlis dzikir yang diadakan oleh sebuah organisasi sufi, al-Ikhwan al-Hasafiyyah, dan menjadi anggota penuh pada tahun 1922.
Melalui organisasi ini ia berkenalan dengan Ahmad al-Sakri yang kemudian memainkan peran penting dalam pembentukan Ikhwan Muslimin. Ketika berusia tiga belas tahun, Hassan al Banna bergabung demonstrasi selama revolusi 1919 melawan pemerintahan Inggris.
Pada tahun 1923 ketika berusia 16 tahun dia memasuki Dar al 'Ulum, sebuah sekolah pelatihan perguruan di Kairo. Kehidupan di ibukota Mesir menawarkannya kesempatan yang lebih luas dibandingkan di desa serta bertemu dengan siswa Islam terkemuka (terutama dengan bantuan kontak ayahnya). Namun, dia sangat terganggu dan tidak senang dengan pengaruh kebaratan yang dilihatnya disana, terutama peningkatan arus sekuler seperti partai-partai politik, kelompok-kelompok sastrawan dan organisasi sosial sekuler yang terdorong ke arah melemahkan pengaruh Islam dan meruntuhkan nilai moral tradisional.
Hassan al Banna turut kecewa dengan apa yang dilihatnya sebagai kegagalan sarjana Islam di Universitas al-Azhar untuk menyuarakan oposisi mereka terhadap peningkatan atheisme dan pengaruh misionaris Kristen.
Dia kemudian menjadi anggota organisasi Jama'atul Makram al-Akhlaq al-Islamiyyah yang giat mengadakan ceramah-ceramah berunsurkan Islam. Melalui organisasi ini, Hasan al-Banna dan rekan-rekannya melakukan dakwah ke berbagai belahan tempat seperti di toko-toko kopi dan tempat-tempat berkumpul orang banyak. Pada tingkat inilah ia bertemu dan mengadakan hubungan dengan tokoh-tokoh Islam terkenal seperti muhibbuddin al-Khatib, Muhammad Rashid Reda, Farid Wajdi dan lain-lain.
Di tahun akhirnya di Dar al-'Ulum, ia menulis bahwa ia berencana untuk menzuhudkan dirinya menjadi "penasihat dan guru" bagi orang dewasa dan anak-anak agar dapat mengajarkan mereka tentang tujuan "agama adalah sumber kegembiraan dan keceriaan dalam kehidupan". Dia mendapat gelar pada tahun 1927 dan diberikan jabatan sebagai guru bahasa Arab di sekolah rendah kebangsaan di Isma'iliyya, sebuah kota yang terletak di Zona Terusan Suez. (Sumber: Wikipedia)
10 Wasiat Imam Hasan Al-Banna
1. Bangunlah segera untuk melakukan sholat apabila mendengara adzan walau bagaimanapun keadaannya.
2. Baca, Telaah dan dengarkan Al-Quran atau dzikirlah kepada Allah dan janganlah engkau menghambur-hamburkan waktumu dalam masalah yang tidak ada manfaatnya.
3. Bersungguh-sungguhlah untuk bisa berbicara dalam bahasa Arab dengan fasih.
4. Jangan memperbanyak perdebatan dalam berbagai bidang pembicaraan sebab hal ini semata-mata tidak akan mendatangkan kebaikan.
5. Jangan banyak tertawa sebab hati yang selalu berkomunikasi dengan Allah (dzikir) adalah tenang dan tentram.
6. Jangan bergurau karena umat yang berjihad tidak berbuat kecuali dengan bersungguh-sungguh terus-menerus.
7. Jangan mengeraskan suara di atas suara yang diperlukan pendengar, karena hal ini akan mengganggu dan menyakiti.
8. Jauhilah dari membicarakan kejelekan orang lain atau melukainya dalam bentuk apapun dan jangan berbicara kecuali yang baik.
9. Berta’aruflah dengan saudaramu yang kalian temui walaupun dia tidak meminta, sebab prinsip dakwah kita adalah cinta dan ta’awun (kerja sama).
10. Kewajiban kita sebenarnya lebih bertumpuk dari pada waktu yang tersedia, maka manfaatkanlah waktu dan apabila kalian mempunyai sesuatu keperluan maka sederhanakanlah dan percepatlah untuk diselesaikan
Profil Imam Hasan Al-Banna
Hassan al Banna dilahirkan pada Oktober 1906 di desa al-Mahmudiyyah di daerah al-Bahriyyah, Iskandariah, Mesir (barat laut Kairo). Dia berasal dari sebuah desa petani yang terkenal kuat mentaati ajaran dan nilai-nilai Islam, serta keluarga ulama yang dihormati. Ketika Hassan al-Banna berusia dua belas tahun, ia menjadi pemimpin badan Latihan Akhlak dan Jemaah al-Suluka al-akhlaqi yang diorganisasi oleh gurunya di sekolah. Pada tingkat ini ia menghadiri majlis-majlis dzikir yang diadakan oleh sebuah organisasi sufi, al-Ikhwan al-Hasafiyyah, dan menjadi anggota penuh pada tahun 1922.
Melalui organisasi ini ia berkenalan dengan Ahmad al-Sakri yang kemudian memainkan peran penting dalam pembentukan Ikhwan Muslimin. Ketika berusia tiga belas tahun, Hassan al Banna bergabung demonstrasi selama revolusi 1919 melawan pemerintahan Inggris.
Pada tahun 1923 ketika berusia 16 tahun dia memasuki Dar al 'Ulum, sebuah sekolah pelatihan perguruan di Kairo. Kehidupan di ibukota Mesir menawarkannya kesempatan yang lebih luas dibandingkan di desa serta bertemu dengan siswa Islam terkemuka (terutama dengan bantuan kontak ayahnya). Namun, dia sangat terganggu dan tidak senang dengan pengaruh kebaratan yang dilihatnya disana, terutama peningkatan arus sekuler seperti partai-partai politik, kelompok-kelompok sastrawan dan organisasi sosial sekuler yang terdorong ke arah melemahkan pengaruh Islam dan meruntuhkan nilai moral tradisional.
Hassan al Banna turut kecewa dengan apa yang dilihatnya sebagai kegagalan sarjana Islam di Universitas al-Azhar untuk menyuarakan oposisi mereka terhadap peningkatan atheisme dan pengaruh misionaris Kristen.
Dia kemudian menjadi anggota organisasi Jama'atul Makram al-Akhlaq al-Islamiyyah yang giat mengadakan ceramah-ceramah berunsurkan Islam. Melalui organisasi ini, Hasan al-Banna dan rekan-rekannya melakukan dakwah ke berbagai belahan tempat seperti di toko-toko kopi dan tempat-tempat berkumpul orang banyak. Pada tingkat inilah ia bertemu dan mengadakan hubungan dengan tokoh-tokoh Islam terkenal seperti muhibbuddin al-Khatib, Muhammad Rashid Reda, Farid Wajdi dan lain-lain.
Di tahun akhirnya di Dar al-'Ulum, ia menulis bahwa ia berencana untuk menzuhudkan dirinya menjadi "penasihat dan guru" bagi orang dewasa dan anak-anak agar dapat mengajarkan mereka tentang tujuan "agama adalah sumber kegembiraan dan keceriaan dalam kehidupan". Dia mendapat gelar pada tahun 1927 dan diberikan jabatan sebagai guru bahasa Arab di sekolah rendah kebangsaan di Isma'iliyya, sebuah kota yang terletak di Zona Terusan Suez. (Sumber: Wikipedia)
10 Wasiat Imam Hasan Al-Banna
1. Bangunlah segera untuk melakukan sholat apabila mendengara adzan walau bagaimanapun keadaannya.
2. Baca, Telaah dan dengarkan Al-Quran atau dzikirlah kepada Allah dan janganlah engkau menghambur-hamburkan waktumu dalam masalah yang tidak ada manfaatnya.
3. Bersungguh-sungguhlah untuk bisa berbicara dalam bahasa Arab dengan fasih.
4. Jangan memperbanyak perdebatan dalam berbagai bidang pembicaraan sebab hal ini semata-mata tidak akan mendatangkan kebaikan.
5. Jangan banyak tertawa sebab hati yang selalu berkomunikasi dengan Allah (dzikir) adalah tenang dan tentram.
6. Jangan bergurau karena umat yang berjihad tidak berbuat kecuali dengan bersungguh-sungguh terus-menerus.
7. Jangan mengeraskan suara di atas suara yang diperlukan pendengar, karena hal ini akan mengganggu dan menyakiti.
8. Jauhilah dari membicarakan kejelekan orang lain atau melukainya dalam bentuk apapun dan jangan berbicara kecuali yang baik.
9. Berta’aruflah dengan saudaramu yang kalian temui walaupun dia tidak meminta, sebab prinsip dakwah kita adalah cinta dan ta’awun (kerja sama).
10. Kewajiban kita sebenarnya lebih bertumpuk dari pada waktu yang tersedia, maka manfaatkanlah waktu dan apabila kalian mempunyai sesuatu keperluan maka sederhanakanlah dan percepatlah untuk diselesaikan
Posting Komentar untuk "10 Wasiat Imam Hasan Al Banna"
Jangan lupa tinggalin komentarnya yau...