BENTUK-BENTUK PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DI INDONESIA
I.
Hierarki
Peraturan Perudang-undangan di Indonesia
Hierarki
(tata urut) peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU No.10
Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan Perundang-undangan, dalam ayat
(1) pasal 7 dikemukakan bahwa: jenis dan hirarki Peraturan
perundang-undangan adalah sebagai berikut:
a.
Undang
– undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
Undang-undang/peraturan
pemerintah pengganti Undang-undang
c.
Peraturan
Pemerintah
d.
Peraturan
President
e.
Peraturan
Daerah
II.
Untuk lebih
mempertajam dan penjelasan mendetail mengenai kelima hierarki diatas berikut
penjelasan lengkap beserta contoh-contohnya.
a. UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
UUD
adalah peraturan yang menjadi hukum tertinggi dalam sebuah Negara. UUD 1945
adalah hukuk tertinggi bagi Negara Indonesia dalam kaitan kehidupan bernegara.
Pada pasal 3 ayat (1)
ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000, menjelaskan bahwa undang-undang dasar itu
hanya salah satu saja dari hukum dasar Negara Republik Indonesia, karena
disamping hukum dasar tertulis dalam bentuk UUD masih ada lagi hukum dasar yang
tidak tertulis yang juga termasuk dalam pengertian konstitusi dalam arti luas.
Undang-undang
dasar adalah suatu kumpulan naskah terulis yang berisi kaidah-kaidah dasar yang
disepakati sebagai norma hukum yang tertinggi dalam suatu Negara. Bagi
Negara-negara seperti Indonesia yang mengikuti tradisi perubahan konstitusi
seperti di Amerika Serikat, naskah Undang-undang Dasar (UUD) itu bersifat
tetap. Naskah asli Undang-undang Dasar it uterus terjaga dam tidak dilakukan
perubahan apa-apa dari aslinya. Sedangkan ide-ide bariu yang bersifat tambahan
atau perubahan dituliskan dalamnaskah tersendiri yang disebut amandement yang penerbitannya
dilampirkan pada naskah asli Undang-undang Dasar itu.
b.
Undang-undang
/ peraturan pemerintah pengganti Undang-undang
b.1
undang-undang
undang-undang
adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh dewan perwakilan rakyat
dengan persetujuan bersama President. Undang-undang menduduki tingkat kedua
dalam hierarki perundang-undangan Indonesia berdasarkan UU No. 10 TAHUN 2004.
DPR
memegang kekuasaan membentuk UU. Setiap rancangan UU dibahas oleh DPR dan
President untuk mendapat persetujuan bersama. Rancangan UU (RUU) dapat berasal
dari DPR, President atau DPD.
DPD
dapat mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pesat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah pengelolaan
sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Apabila ada 2 (dua) RUU yang diajukan
mengenai hal yang sama dalam satu masa siding yang dibicarakan adalah RUU dari
DPR, sedangkan RUU yang disampaikan oleh president sebagai bahan untuk
dipersandingkan.
RUU
yang telah disetujui bersama antara DPR dengan president, paling lambat 7 hari
kerja disampaikan oleh pimpinan DPR kepada presiden untuk disahkan menjadi
undang-undang. Apabila setelah 15 hari kerja, RUU yang sudah disampaikan kepada
presiden belum disahkan menjadi undang-undang, pimpinan DPR mengirim surat
kepada presiden untuk meminta penjelasan. Apabila RUU yang sudah disetujui
bersama tidak disahkan oleh presiden dalam waktu paling lambat 30 hari sejak
RUU disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib
diundangkan
b.2
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
peraturan pemerintah pengganti undang-undang adalah
peraturan perundang-undangan yang ditetapka oleh president dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa, sebagaimana ditentukan oleh pasal 22 ayat (1) UUD
1945 yang berbunyi “dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah
sebagai pengganti undang-undang. Perpu ditetapkan oleh president tetapi
dalam jangka waktu 1 tahun harus sudah dimintakan persetujuan DPR. Jika
disetujui, perpu meningkat statusnya menjadi undang-undang, dan jika ditolak
oleh DPR, maka perpu itu harus dicabut dan tidak dapat lagi diajukan di DPR
dalam masa persidangan berikutnya.
Dalam praktik ketatanegaran selama ini dari berbagai
perpu yang pernah di keluarkan president menunjukkan adanya kecendrungan
penafsiran “hal ikhwal kegentingan yang
memaksa” itu sebagai keadaan mendesak yang perlu di atur dengan peraturan
setingkat UU (misalnya alasan-alasan yang menjadi pertimbangan perpu no 1 thn
1984 tentang penangguhan berlakunya UU Perpajakan tahun 1983, perpu no. 1 tahun
1992 tentang penangguhan berlakunya UU no. 14 tahun 1992 tentang lalu lintas
dan angkutan jalan, perpu no. 1 tahun 1999 tentang pengadilan hak asasi
manusia, perpu No.1 thun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme,
perpu No.2 tahun 2002, dan juga perpu-perpu yang terkait dengan pemilu, pilkada
dll) yang kesemuanya tidak ada kaitannya dengan keadaan bahaya sebagaimana
dimaksud pasal 12 UUD 1945 dan UU (Prp) No. 23 Tahun 1959 tentang keadaan
bahaya. Meskipun “hal ihwal kegiatan yang
memaksa” yang menjadi pertimbangan dikeluarkannya sebuah perpu alsannya
bersifat subjektif, dimasa dating, alasan-alasan yang menjadi pertimbangan
president untuk mengeluarkan sebuah perpu agar lebih didasarkan pada kondisi
objektif, bangsa dan Negara yang tercermin dalam konsideran “menimbang” dari perpu
yang bersangkutan.
b.3
Peraturan Pemerintah
peraturan
pemerintah adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh presiden
untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Peraturan pemerintah ini
dibentuk oleh presiden, dan berfungsi menyelenggarakan ketentuan dalam
undang-undang, baik yang secara tegas-tegas maupun secara tidak tegtas
menyebutnya oleh karena itu, materi muatan peraturan pemerintah adalah
keseluruhan materi muatan Undang-undang yang dilimpahkan kepadanya, atau dengan
perkataan lain materi muatan peraturan pemerintah adalah sama dengan materi
muatan undang-undang sebatas yang dilimpahkan kepadanya.
b.4
Peraturan President
peraturan
presiden adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh presiden. Materi
muatan peraturan presiden berisi materi yang diperintahkan oleh undang-undang
atau materi untuk melaksanakan peraturan pemerintah. Peraturan president juga
dapat dijadikan objek “judicial review” oleh mahkamah agung.
c.
Perbedaan
keputusan presiden (KEPPRES), peraturan presiden (Perpres), dan instruksi
presiden (Inpres).
Sejak undang-undang Nomor 10 tahun 2004
tentang pembentukan perundag-undangan tanggal 1 November 2004 berlaku,
pemerintah kita mulai mengenal adanya peraturan perundang-undangan baru,
disebut peraturan presiden.
Bagi
sekelompok ahli, penyebutan Peraturan Presiden (Perpres), pengganti keputusan
presiden yang bersifat peraturan (regeling),
adalah lebih tepat. Alasannya, istilah keputusan merupakan penetapan (beschikking), bersifat individual,
nyata, dan sekali-selesai (final,
einmahlig).
Dalam
Ketentuan Umum Pasal 1 angka 6 UU No 10/2004 dirumuskan, Peraturan Presiden
adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat presiden. Definisi itu dapat
membingungkan karena preiden juga mempunyai kewenangan membentuk peraturan
pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) sebagai peraturan perundang-undangan
yang ditetapkan dalam hal kegentingan memaksa, dan peraturan pemerintah (PP)
sebagai peraturan perundang-undangan yang berfungsi untuk melaksanakan suatu
undang-undang. Kerancuan itu dapat membingungkan karena selain ada keputusan
presiden (Keppres), masih ada aneka perpres dan intruksi presiden (inpres) yang
akhir-akhir ini dikeluarkan, misalnya Perpres No 36/2005 tentang Pengadaan
Tanah bagi Pelaksanaan Pembagunan bagi Kepentingan Umum dan Inpres No 10/2005
tentang Penghematan Energi.
C.1
Keputusan President
istilah keputusan, menurut kamus
hukum Belanda-Indonesia (Fockema Andrea), berasal dari besluit, istilah umum untuk pernyataan kehendak instansi pemerintah
dan pembuat perundang-undangan.
Kewenangan presiden membentuk
berbagai keputusan merupakan konsekuensi dari ketentuan pasal 4 ayat (1) UUD
1945, President Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan, presiden
berwenang menetapkan peraturan pemerintah guna melaksanakan undang-undang atau
menetapkan keputusan president (kini disebut peraturan president) sebagai
pelaksanaan peraturan pemerintah sehingga merupakan peraturan
perundang-undangan.
Selain itu, president juga dapat
menetapkan keputusan presiden (kini disebut peraturan presiden) yang tidak
merupakan delegasi dari undang-undang dan peraturan pemerintah.keputusan
president (peraturan presiden) ini biasa disebut keputusan president mandiri,
termasuk dalam peraturan kebijakan, bersumber dari kewenangan diskresi.
Meski dari kajian ilmu
perundang-undangan kedua keputusan itu dibedakan, tetapi dalam UU No. 10/2004
keduanya disebut dengan istilah peraturan perundang-undangan. Hal ini dapat
dilihat dari rumusan pasal I angka 6 serta dalam rumusan pasal 11 dan
penjelasannya.
Rumusan itu menunjukkan, kedua
keputusan president (peraturan presiden) merupakan peraturan (regeling) yang bersifat umum, abstrak,
dan berlaku terus menerus sehingga dapat mengikat semua orang.
Berdasarkan sifat berbagai keputusan
itu, perubahan penyebutan keputusan president menjadi peraturan president
adalah kurang tepat karena keputusan presiden tidak selalu hanya berisi
peraturan atau penetapan. Dengan berlakunya UU No.10/2004, kini semua keputusan
presiden yang bersifat president disebut peraturan presiden, tetapi keputusan
presiden yang bersifat penetapan disebut keputusan presiden, bukan penetapan
presiden.
C2.
Instruksi Presiden
Selain pembentukan keputusan
president atau peraturan president, president juga dapat membentuk instruksi
presiden. Instruksi president bukan merupakan keputusan yang mengikat umum
(semua orang, tiap orang) instruksi president adalah perintah atasan kepada
bawahan yang bersifat individual, konkret, dan sekali selesai (final) sehingga tidak dapat digolongkan
dalam peraturan perundang-undangan atau peraturan kebijakan. Instruksi
president hanya dapat mengikat menteri, kepala lembaga pemerintah
nondepartemen, atau pejabat-pejabat pemerintah yang berkedudukan dibawah
(merupakan pembantu) presiden dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan.
C3.
Peraturan Daerah
Peraturan daerah adalah peraturan
perundang-undangan yang dibentuk oleh dewan perwakilan rakyat daerah dengan
persetujuan bersama kepala daerah. Materi muatan peraturan daerah adalah
seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Secara prosudural, pembentukan perda
didahului dengan penyampaian rancangan peraturan daerah (raperda) atas prakarsa
kepala daerah atau DPRD. Raperda tersebut disebarluaskan kepada masyarakat
untuk memperoleh masukan sebelum persidangan, sehingga perda yang dihasilkan
dapat lebih absah (legitimate). Penyebarluasan raperda tersbut
dimaksudkan juga sebagai bentuk keterbukaan ( openes) dan transparansi
penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam persidangan di DPRD pun dibuka
keterlibatan masyarakat, khususnya dalam persidangan Raperda mengenai APBD,
pajak, restribusi dan tata ruang.
Perda yang dihasilkan dalam
persidangan perlu diundangkan dakam Lembaran Daerah paling lama 7 hari
disampaikan kepada pemerintah Munurut UUD NKRI Tahun 1945 dan pasal I butir I
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah , yang dimaksud
pemerintah adalah President.
C.3.1. Bentuk Produk Hukum di Daerah
Berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk
Produk Hukum daerah, pasal 2 menyatakan bahwa jenis produk hukum daerah otonomi
terdiri atas:
-
Peraturan
Daerah;
-
Peraturan
Kepada Daerah;
-
Peraturan
Bersama Kepala Daerah;
-
Keputusan
Kepada Daerah; dan
-
Instruksi
Kepala Daerah.
Selanjutnya
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan
kelima produk hukum tersebut. Disamping itu,dalam peraturan menteri
dalam negeri No. 17 tahun 2006 tentang lembaran daerah dan berita daerah
dibedakan antara keputusan kepala daerah yang bersifat pengaturan dan keputusan
kepala daerah yang bersifat penetapan. Keputusan kepala daerah yang bersifat
pengaturan didefinisikan sebagai peraturan pelaksanaan perda atau kebijakan
kepala daerah untuk mengatur penyelelenggaratugas-tugas dekosentrasi dan tugas
pembantuan. Keberadaan keputusan kepala daerah semacam ini perlu
dipermasalahkan dalam penyelenggraan pemerintah daerah, baik bagi keputusan
Gebernur selaku wakil pemerintah maupun keputusan Bupati/wali kota. Kewajiban
pengumuman keputusan kepala daerah dalam berita daerah hanya bagi keputusan
kepala daerah yang bersifat pengaturan.
Dalam
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dikenal pula peraturan desa yang ditetapkan
oleh badan permusyawaratan desa bersama kepada desa dan peraturan kepala desa.
Menurut peraturan menteri dalam negeri No. 17 Tahun 2006 Peraturan desa dan
peraturan kepala daerah diundangkan dlam berita daerah. Namun, tidak terdapat
ketentuan mengenai pengawasan baik prefentif maupun represif terhadap peraturan
desa dan peraturan kepala desa.
3.3.2. Qanun
Istilah qanun sebagai penganti dari istilah
peraturan daerah yang dikhususkan untuk Provinsi Aceh sebagai salah satu bentuk
otonomi khusus. Jenis-jenis qanun terdiri dari qanun aceh dan qanun kabupaten/
kota. Qanun aceh adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah
provinsi yang mengatur penyelenggara pemerintahan dan kehidupan masyarakat
aceh. Sedangkan qanun kabupaten/ kota adalah peraturan perundang-undangan
pemerintahan dan kehidupan masyarakat kabupatan/ kota di aceh. Qanun aceh
biasanya dibedakan dengan penulisan huruf kapital “Qanun” sedangkan qanun
kabupaten / kota tanpa huruf kapital “qanun”.
3.3.3. Perdasus dan perdasi
Istilah perdasus
dan perdasi meupakan istilah peraturan daerah untuk melaksanakan kekhususan di
Provinsi papua, dua perangkat hukum atau regulasi inilah yang menjadi landasan
operasional untuk mewujudkan fektifitas
implementasi kebijakan otonomi khusus papua. Perdasus (Peraturan Daerah Khusus)
adalah peraturan daerah provinsi papua dalam rangka pelaksanaan pasal-pasal
tertentu dalam Undang-Undang No.21 Tahun 2001 Tentang Otonom Khusus bagi provinsi papua. Sedangkan
perdasi (Praturan Daerah Provinsi) adalah peraturan daerah provinsi papua dalam
rangka pelaksanaan kewenangan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Dalam konteks ini, kedudukan perdasus dan perdasi adalah
sama, artinya yang satu tidak lebih tinggi dari lainnya. Perdasus dibuat dan
ditetapkan DPR Papua bersama-sama dengan Gubernur atas persetujuan Majelis
Rakyat Papua (MRP) sedangkan perdasi dibuat DPR papua bersama-sama dengan
Gubernur yang dapat menetapkan harus mendapat pertimbangan dan persetujuan dari
MRP.
3.4. Pembedaan Istilah Regeling, Beschikking, Vonnis, dan Quasi
Peraturan
3.4.1. Regeling
Regeling adalah
norma-norma hukum yang bersifat mengatur. Norma-norma hukum tersebut ditetapkan
dalam rangka menjalankan atau dalam rangka melaksanakan pemerintah
undang-undang dasar, undang-undang, dan peraturan lainnya. Contohnya regeling
seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan peraturan
daerah. Upaya hukum terhadap peraturan yang bersifat mengatur ini dapat
diajukan ke Mahkamah Konstitusi, kecuali peraturan daerah yang ke Mahkamah
Agung.
3.4.2. Beschikking
Bechikking adalah
keputusan yang bersifat menentukan atau menetapkan sesuatu yang secara
administratif menghasilkan keputusan administrasi negara. Contoh beschikking
ketetapan MPR yang tidak bersifat mengatur, keputusan presiden, instuksi
presiden, keputusan menteri dan sebagainya. Upaya hukum terhadap beschikking
dapat diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
3.4.3. vonnis
Vonnis adalah
keputusan yang bersifat menghakimi sebagai hasil dari proses peradilan (adjudication) yang menghasilkan putusan. Upaya hukum
terhadap vonnis dapat diajukan banding ke pengadilan diatasnya sampai berakhir
di Mahkamah Agung
3.4.4. Quasi Peraturan
Quasi (serupa)
peraturan adalah aturan kebijakan (policy
rules) yang berfungsi sebagai
peraturan tetapi tidak disamakan dengan peraturan karena hanya mengikat sebagai
kelompok tertentu seperti kementrian, instansi, badan, departemen, komisi, dan
sebagainya. Contoh-contoh quasi peraturan seperti keputusan menteri, keputusan
kepala badan, petunjuk pelaksana (juklak), petunjuk teknis (juklis), surat
edaran instruksi. Peraturan-peraturan
tersebut tidak dikategorikan peraturan walaupun isinya bersifat
mengatur. Upaya hukum terhadap quasi peraturan juga dapat diajukan ke
Pengadilan Tata Usaha Negara.
Posting Komentar untuk "Bentuk dan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia"
Jangan lupa tinggalin komentarnya yau...